Arek Surabaya ini dikenal sebagai tokoh pertempuran 10 November 1945.Beliau telah berhasil menggerakkan masyarakat Surabaya melalui orasinya yang berapi-api sehingga masyarakat bangkit dan bergerak angkat senjata melawan Belanda. Belanda akan kembali menjajah tanah air ini yang nyatanya sudah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 itu.
Putra pasangan Kartawan Tjiptowidjojo dan Subastita ini dikenal sebagai pekerja keras dan melakukan pekerjaan srabutan untuk memajukan kehidupan keluarga.Hal ini dilakukan karena adanya depresi yang melanda dunia saat itu.
Pribadi yang pernah mengikuti pendidikan di HBS ini kemudian aktif di Kepanduan Bangsa Indonesia/KBI.Dari pengalaman di organisasi ini, semangat nasionalisme, dan pendidikan yang diperoleh dari kakeknya ternyata mampu membentuk pribadi yang kokoh. Kemudian pada usianya yang ke 17, beliau berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mampu memperoleh peringkat Pandu Garuda.
Jurnalisme
Bung Tomo sejak muda tertarik pada dunia jurnalistik, dan pada tahun 1937 menjadi jurnalis lepas harian Soeara Oemoem Surabaya. Tahun 1939 beliau menjadi redaktur Mingguan Pembela Rakyat, dan sebagai penulis pojok harian Ekspres, yakni surat kabar berbahasa Jawa, dan majalah Poestaka Timoer.
Pada masa pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang (Domei) bagian Bahasa Indonesia.Kemudian pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 , Bung Tomo memberitakannya dalam Bahasa Jawa bersama Romo Bintarti sebagai wartawan senior. Dalam perjalanan karirnya di bidang jurnalistik, beliau pernah sebagai pemimpin redaksi Kantor Berita ANTARA di Surabaya.
Politik
Tahun 1944, beliau masuk organisasi pergerakan Gerakan Rakyat Baru dan menjadi pengurus Pemuda Republik Indonesia.Dengan posisi inilah, beliau bisa mendapatkan akses radio untuk menyiarkan orasinya membakar semangat masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.Posisi ini diperkuat dengan kedudukan beliau sebagai pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) Surabaya.
Jabatan yang pernah dipangkunya antara lain sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang (12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956),Menteri Sosial Indonesia (ad-interim) (12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956). Kemudian sejak 1956, beliau menjadi anggota Konstituante sebagai wakil dari Partai Rakyat Indonesia.
Semangat dan perjuangan beliau yang tak kenal lelah itu mendapat perhatian masyarakat.Dalam hal ini G.P. Ansor dan Fraksi Golkar DPT mendesak Pemerintah untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Tomo.Alhamdulillah usulan ini direspon pemerintah dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 041/TK/2008 yang diserahkan presiden di Istana Negara tanggal 7 Oktober 2008. Penghargaan itu diterima isteri beliau yakni Ny. Sulistina.
Bung Tomo meninggal di Padang Arafah saat beliau menunaikan ibadah haji 7 Oktober 1981. Pada umumnya, mereka yang meninggal di Saudi Arabia dimakamkan di sana. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Pemerintah Saudi Arabia membolehkan jenazah Bung Tomo dibawa pulang dan dimakamkan di Tanah Air.Sesuai wasiat beliau yang tidak ingin dimakamkan di Makam Pahlawan, melainkan dimakamkan di Pemakaman Umum Ngagel Surabaya.
Lasa Hs.
0 Komentar