Semarak Ramadhan tahun ini mewarnai kehidupan kita. Pagi hari sehabis shubuh nampak para wanita masih mengenakan mukena warna warni menelusuri gang pulang ke rumah masing-masing. Laki-laki berbaju koko nampak di mana-mana. Dini hari terdengar suara dari masjid dan mushola mengingatkan umat Islam untuk bersantap sahur. Suara bacaan al Quran terdengar di beberapa masjid. Nampak sekali kehidupan Islami.
Di awal Ramadhan beberapa masjid dan mushala penuh
jamaah. Pada pertengahan Ramadhan keramaian ini pindah ke kuliner-kuliner untuk
berbuka bersama/bukber. Pada akhir Ramadhan jama’ahnya pindah ke toko-toko
makanan dan pakaian. Masjid-masjid mulai agak sepi lantaran ditinggalkan
jama’ah. Artinya shaf jama’ah mengalami kemajuan karena shafnya mulai
berkurang.
Padahal sepuluh hari terakhir itu merupakaan saat-saat
yang penuh makna dan keutamaan. Diantara keutamaan itu adalah bahwa Allah Swt
menurunkan Lailatul Qadar. Allah melebihkan malam ini dari malam-malam yang
lain. Allah memberikan nikmat kepada umat Islam dengan keutamaan dan kebaikan
tersendiri. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Ad-Dukhan: 3 – 8) yang
artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya
pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi
peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (yaitu)
urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus
Rasul-Rasul, sebagai rahmat dari Rabbmu. Sesunguhnya Dialah Yang Maha Mendengar
lagi Mengetahui. Rabb yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini. Tidak ada yang berhak
diibadahi melainkan Ia Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. (Dialah) Rabbmu
dan Rabb bapak-bapakmu yang terdahulu”.
Malam itu disebut Lailatul qadar lantara malam itu
Allah menetapkan bahwa ibadah pada malam itu lebih baik daripada ibadah seribu
tahun. Pada malam itu para malaikat dan malaikat Jibril turun. “Mereka tidak merasa takabur/angkuh untuk
beribadah kepadNya dan mereka juga tidak merasa pedih. Mereka selalu bertasbih
malam dan siang tiada henti-hentinya” (Q.S. Al-Anbiyaa’: 19-20).
Malam yang sangat bernilai ini kadang dilupakan oleh
sebagian umat Islam untuk mengejar hal-hal yang bersifat duniawi. Semestinya
pada malam itu digunakan untuk melakukan ketaatan dan permohonan ampun atas
dosa-dosa yang telah dikerjakan selama ini. Rasulullah Saw menyatakan yang
artinya:”Siapa yang melakukan shalat pada
malam Lailatul Qadar karena iman dan pengharapan maka pasti akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu:. (HR Abu Hurairah, dalam Shahiihain).
Menyikapi malam yang penuh barakah dan kemuliaan itu,
Rasulullah Saw sangat bersungguh-sungguh beribadah pada Allah dan
membangunkan keluarganya. Beliau
menghidupkan malam-malam itu dengan shalat malam/lail, membaca Al Quran, berdzikir secara lisan maupun dengan hati.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
isteri beliau bernama ‘Aisyah r.a. yang menyatakan bahwa :”Nabi Muhammad Saw bersungguh-sungguh pada sepertiga akhir bulan
Ramadhan yang kesungguhannya melebihi pada waktu-waktu lain” (H.R.Muslim)
“Apabila Nabi Muhammad Saw memasuki sepertiga akhir
bulan Ramadhan, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan
membangunkan keluarganya”. (Hadis dari
‘Aisyah , dalam ash-Shahihain).
Mengingat begitu tinggi makna dan nilai malam sepuluh hari akhir Ramadhan, maka sayang
kalau kesempatan itu kita lewatkan begitu saja. Padahal kita tidak tau apakah
tahun depan kita masih diberi kesempatan untuk menikmati Ramadhan tahun depan.
Sayang kalau waktu yang berharga ini tidak dimanfaatkan.
Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wasyukrika wa husni
‘ibadatika. Yang Allah kami
mohon diberi keringanan untuk selalu mengingatMu, selalu bersyukur atas
nikmatMU, dan kami mampu meningkatkan
ibadah kepadaMu. Aamin.
Lasa Hs.
0 Komentar