Tulisan Pertama
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang otentik, futuristik,
dan universal. Keaslian Al- Qur’an tidak saja diakui oleh umat Islam tetapi juga
diakui oleh para orientalis. Kitab suci yang diturunkan pertama kali di bulan
Ramadhan itu membicarakan masalah lampau dan juga masalah masa depan. Kitab
yang disebut juga Al Furqan ini juga menyajikan multi bidang.
Apabila dicermati dengan seksama, maka Al-Qur’an telah
membeberkan asal-usul manusia dengan cara yang mudah dipahami. Dengan demikian,
manusia diharapkan mampu memahami jati dirinya dan fenomena yang terjadi di
alam raya ini. Oleh karena itu, manusia
dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan yang tersurat dan tersirat pada ayat
pertama yang turun, yakni Q.S. Al ‘Alaq : 1 – 5 yang artinya: Bacalah (ya Muhammad) dengan Asma Tuhanmu
yang telah Menciptakan. Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmu amat Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia sesuatu yang
tidak diketahuinya.”
Membaca bukan sekedar melek huruf atau sekedar tamat
memelajari buku “Iqra’. Membaca dalam arti luas terkandung pengertian agar
manusia melakukan kegiatan keilmuan seperti belajar, mengajar, melakukan
observasi, melakukan penelitian dan kajian maupun melakukan perekaman dalam
berbagai bidang. Sebab hanya orang-orang yang beriman dan berpengetahuanlah
yang mampu mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah yang tersurat dan yang
tersirat.
Begitu pentingnya ilmu pengetahuan
di balik kata iqra’. Kata iqra’ berasal
dari bahasa Arab qaraa ini memiliki
kata jadian dalam berbagai bentuk dan terulang 17 kali. Sedangkan kata qaraa yaqrau dan iqra’ dalam berbagai konteksnya dapat diartikan dengan
menyampaikan, menelaah, membaca, meneliti, mendalami, dan seterusnya yang
intinya menghimpun. Oleh karena itu ayat tersebut mengingatkan manusia untuk
menguasai ilmu pengetahuan antara lain dengan melakukan proses perekaman ilmu
pengetahuan dan informasi. Lebih dari itu, ayat ini juga menyiratkan bahwa ilmu
pengetahuan merupakan kekuatan tersendiri (knowledge
is power).
Apabila kita mau dan mampu mencermati ayat satu pada
ayat yang lain,maka ayat-ayat Al Quran itu bagaikan intan yang memancarkan
sinar (ilmu pengetahuan) dalam berbagai bidang. Maka Al Qur’an tidak saja
berkisah tentang peristiwa masa lampu, tetapi juga berpandangan jauh ke depan.
Adapun beberapa fenomena Al Qur’an tentang berita gaib tentang masa lampau
antara lain sebagaimana termaktub dalam Q.S.Yusuf : 92 yang artinya: Pada hari ini Kami selamatkan badanmu (tanpa
ruh) supaya menjadi tanda bagi orang yang hidup setelah kamu. Sesungguhnya
kebanyakan manusia lalai dari ayat Kami”.
Ayat tersebut menceritakan tentang tubuh Fira’un yang
diawetkan sampai kini yang sebelum turun ayat ini memang tidak ada orang yang
mengetahuinya. Setelah ayat ini turun, maka terbukalah tabir yang selama ini
menyelimutinya.
Demikian pula dengan berita-berita tentang peperangan
antara orang Romawi dengan orang Persia yang dalam peperangan itu nanti pihak
Romawi mendapat kemenangan. Namun sebelumnya Romawi memang sempat menderita
kekalahan. Hal ini dinyatakan dalam Q.S. Rum: 1 – 4: yang artinya:” Alif laam miim. Telah dikalahkan Romawi
(oleh orang Persi) (yang letaknya dengan dengan negeri (Arab), sedangkan mereka
sesudah kalah itu akan mendapatkan kemenangan dalam beberapa tahun mendatang.
Kepunyaan Allah semua urusan sebelum itu dan kemudiannya.Pada hari itu hari
kemenangan) orang-orang yang beriman akan bergembira:.
Sebelum ayat ini turun, memang
terjadi peperangan antara Romawi (beragama Masehi) dengan orang Persia
(beragama watsaniyah/natural worship.
Dalam peperangan ini Persia mendapatkan kemenagan dan orang-orang musyrik Arab
merasa senang atas kekalahan Romawi. Orang-orang musyrik itupun menyatakan
kepada orang Islam bahwa ternyata orang Persi yang beragama watsaniyah/musyrik lebih unggul dari
orang Romawi yang ahli kitab. Oleh karena itu maka orang-orang musyrik Arab
menyatakan bahwa mereka akan lebih unggul dari orang-orang Islam Arab. Dengan
peristiwa dan pernyataan ini, orang-orang Islam Arab merasa sedih dan muram
durja. Namun orang Islam akhirnya memahami dan meyakini setelah ayat itu
turun, bahwa orang Romawi akan
mendapatkan kemenangan. Dengan turunnya ayat itu, tersirat harapan bahwa
orang-orang Romawi akan mendapatkan kemenangan dalam jangka waktu tertentu (bidh’a sinin/3 – 9 tahun).
Ketika ayat itu turun, maka Abu Bakar bertaruh 100
(seratus) unta dengan Ubay bin Khalaf (orang musyrik) untuk membuktikan
kebenaran ayat ini dalam jangka waktu 9 (sembilan) tahun. Sebelum masa Sembilan
tahun habis, terjadilah perang antara Romawi dan Persia. Peperangan ini terjadi
pada tahun 622 Masehi bertepatan dengan tahun hijriyah. Dalam peperangan ini
Persia dikalahkan Romawi. Dengan demikian Abu Bakar memenangkan taruhan 100
unta itu dengan Ubay bin Khalaf. Maka nyatalah kebenaran ramalan Al Qur’an itu.
Namun demikian, setelah hal ini disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw dan beliau
menyuruh Abu Bakar agar unta-unta hasil kemenangan taruhan itu disedekahkan
saja
Lasa Hs.
Bersambung
0 Komentar