Pada umumnya tiap lembaga ingin berubah menuju kemajuan. Sebab perubahan merupakan keniscayaan (change is must). Namun dalam usaha perubahan ini kadang “mentok” pada angan-angan. Bahkan setelah diusahakan adanya perubahan, tetapi hasilnya gigit jari.
Banyak pengelola
perpustakaan ingin memajukan perpustakaannya sesuai standar yang barlaku. Namun
usaha ini kurang berhasil. Nah kira-kira hal-hal berikut merupakan kendala:
1.Lemah Manajamen
Perpustakaan itu ibarat kereta api
yang ditarik lokomotif. Kalau lokomotifnya bermasalah, maka gerbong akan parkir
di suatu stasiun. Tidak sedikit perpustakaan yang dikendalikan oleh orang yang
tidak memahami manajemen dan tidak paham tentang kepustakawanan.
Penugasan sebagai pimpinan perpustakaan
kadang didasarkan pada DUK (daftar urutan kedekatan), balas jasa, mengesahkan
tunjangan fungsional, atau manajemen “samben” (manajemen dimadu).
Pola manajemen seperti ini akan
menghambat perkembangan perpustakaan. Sebab sang masinis bingung, tidak tahu
arah, bahkan menjadi masalah tersendiri.
Hakikat manajemen itu perubahan. Kalau
ternyata tidak berubah, maka manajemen itu tidak efektif. Hakikat manajemen itu
kemajuan. Kalau tidak maju berarti gagal.
2. SDM Tidak Kompeten
Sumber daya manusia merupakan sumber
daya yang bisa menggerakan sumber daya lain. Bila sumber daya manusia perpustakaan
tidak memiliki kompetensi, kiranya sulit diharapkan adanya perubahan. Penugasan
asal comot perlu dihindarkan. Penugasan orang-orang bermasalah di perpustakaan
justru akan menimbulkan masalah baru. Perpustakaan bukan penjara dan bukan TPA
(tempat pembuangan akhir).
Sumber daya manusia harus benar=benar
terpilih secara kualitas, bukan sekedar ada hubungan famili yang tidak tau
apa-apa. Sumber daya manusia yang unggul akan mempercepat pengembangan
kepustakawanan.
Untuk itu perlu hati-hati dengan
pustakawan yang loyo, asbun, dan bermental Pak Ogah. Sikap seperti ini justru
akan menimbulkan masalah baru di perpustakaan.
Usaha pengembangan perpustakaan bisa
gagal lantaran adanya sabotase. Sabotase ini bisa dilakukan karena adanya
penolakan kepemimpinan baru. Bisa juga mereka yang melakukan sabotase itu
merasa tersaingi, bahkan “kagol”
karena tertutup peluang menjadi kepala.
Bentuk sabotase bisa dengan
memprovokasi rekan sekerja, menghambat pekerjaan, beberapa komputer diberi
password yang hanya dia sendiri yang tahu,
sering mankir, idenya selalu berseberangan.
Untuk itu perlu
diwaspadai. Karena perialku ini bisa membahayakana perjalanan perpustakaan.
Bila sabotase ini terlalu jauh, maka pelakunya lebih baik dipindahkan atau
dikeluarkan. Sebab mereka itu merupakan benalu.
3.Lemah Komunikasi
Manajemen harus sering melakukan
komunikasi internal dan eksteral secara efektif. Bila perlu ada media
komunikasi setiap hari antara manajemen dan anak buah. Kegiatan ini misalnya
dengan penyelenggaraan “ngaji bareng”. Setelah ngaji ini bisa disampaikan
informasi, tausiah, menampung berbagai masalah. Bisa juga komunikasi dilakukan
di masjid setelah shalat jamaah dhuhur (bagi lembaga pendidikan Islam) . Di
masjid ini, bawahan bisa ketemu atasan untuk sekedar menyampaikan keluhan dan
usulan pada pimpinan. Pimpinanpun tidak perlu membuat sekat. Maka komunikasi
sehabis shalat jama’ah dhuhur ini sangat efektif dan cepat. Cara ini memang
belum bisa dilakukan di lembaga tertentu.
4.Mental “Established”
Mereka yang sudah “kadung” hidup di
zona aman dan nyaman, pada umumnya malas diajak berubah. Memang orang yang
sudah duduk di kursi empuk, itu biasanya ogah duduk di lantai. Mereka malas
pindah tempat duduk. Orang hidup yang dicari apa ? kan sudah aman dan nyaman,
mengapa berubah ?. kata mereka.
Mental seperti ini
memang sulit untuk diajak maju. Begini saja sudah bagus, mengapa harus berubah,
pikir mereka. Maunya “tenguk-tenguk nemu getuk” atau kalau terpaksa “obah” (tambah pekerjaan, bergerak) harus
“mamah” (ada tambahan fulus, harus
ada makan siang). Bila ditugaskan ikut seminar di luar kota misalnya, lalu yang
ditanyakan uang transpornya berapa. Bila diminta ikut kompetisi lalu tanya
berapa rewardnya. Belum jelas prestasinya, sudah tanya upah. Ya selamanya hanya
menjadi penunggu buku sampai pensiun.
Untuk mengatasi ini perlu ditanamkan
terus perlunya perubahan. Perubahan diharapkan mencapai kemajuan untuk
kesejahteraan semua. Perubahan perlu dilakukan dengan target dan sasaran
tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dan dengan tahapan capaian yang jelas.
Lasa Hs.
0 Komentar