RAMADHAN YANG KITA
RINDUKAN
Judul : Fatwa Ramadan; Jawaban atas Sejumlah Masalah
Seputar Puasa di Bulan Suci
Penulis: Prof. Dr, H. Syamsul Anwar, MA
Editor :Niki Alma Febriana Fauzi
Penerbit : Yogyakarta: IB Pustaka PT Literas Cahaya
Bangsa, Maret 2021
Tebal
: 170 hlm
ISBN : 978 623 9553 53 1
Ramadhan
merupakan bulan yang mengesankan, mengasyikkan, dan selalu dirindukan dari
tahun ke tahun. Tahun lalu seolah-olah kita kehilangan Ramadhan sebagai akibat
pandemi covid 19. Semoga kerinduan ini dapat diobati tahun ini, sehingga kita
bisa pengajian dan takjil bersama, malakukan tarawih berjama’ah, dan indahnya
makan sahur. Kita rindu suasana jalan dan gang dilewati laki-laki berbaju koko
dan wanita bermukena seirama menuju ke dan pulang dari masjid/mushala.
Semangat
iktikaf di akhir Ramadhan merupakan kegiatan religi yang sangat membekas pada
kehidupan rohani seorang muslim. Menjelang akhir Ramadhan, orang berharap ber
Iedul Fitri bersama sanak saudara, tetangga, dan anak cucu. Namun dengan adanya
larangan mudik kiranya kita cukup memendam rindu pada semua itu.
Apabila
dicermati, memang Ramadhan memiliki keistimewaan tersendiri seperti bulan
diturunkan Al Quran (Q.S. Al Baqarah: 185), pintu surga dibuka, pintu neraka
ditutup dan syetan dibelenggu (H.R. Abu Hurairah), malaikat beristighfar untuk
mereka yang puasa hingga berbuka (H.R. Abu Hurairah), Allah sendiri yang akan
memberikan pahala orang puasa dengan berlipat ganda (H.R.Muslim). dan turun
lailatul qadar (Q.S. Al Qadar: 1-5)
Buku
yang ditulis oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah (2000 –
sekarang) ini membahas berbagai hal seputar puasa yang disajikan dalam 6 (enam)
bab. Pada bab pertama, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini membahas seputar
rukhshah, fidyah, dan qada puasa Ramadhan. Disini juga dijelaskan tentang
bagaimana sopir berpuasa, puasa orang tua yang kena stroke, hukum memuasakan
orang lain, fidyah dengan uang dan lainnya. Masalah-masalah ini memang sering
muncul dalam masyarakat kita.
Kemudian
pada bab 2, Prof.Syamsul menjelaskan seputar amalan-amalan di bulan Ramadhan
dan masalah terkait, misalnya bolehkah shalat tarawih munfarid, orang puasa
tetapi tidak shalat, seputar iktikaf, maupun tanda-tanda turunnya lailatul
qadar.
Tidak
kalah menariknya pada bab 3. Disini disajikan masalah puasa dengan hal-hal yang
kontemporer seperti penggunaan obat tetes, suntikan (vaksinasi), penggunaan
cairan penyegar mulut, cuci darah, gosok gigi di siang hari, dan mimpi basah di
siang hari bulan Ramadhan.
Di
buku ini juga dijelaskan pula tentang puasa di negera-negara yang memiliki
perbedaan waktu dengan Indonesia, dimana waktu siangnya lebih lama seperti di
Eropa. Menjawab persoalan ini, beliau mengemukakan beberapa dalil dan pada
akhirnya berfatwa :” Penanya dapat
berpuasa di Eropa sesuai lama berpuasa di Madinah tahun ini dan berbuka tidak
menunggu terbenamnya matahari. Kalau memandang diri sebagai musafir karena
tinggal di Eropa tidak lama, boleh mengganti puasanya setelah kembali ke
Indonesia. Tapi berpuasa pada bulan Ramadhan lebih baik karena pada bulan ini
ada satu malam yang nilai ibadah pada satu malam itu melebihi nilai ibadah seribu bulan lainnya (halaman _109).
Antara
puasa dan makanan, dibahas pada bab 5. Di sini beliau memberikan jawaban tentang
hukum mencicipi makanan, mencium aroma makanan, melihat gambar porno, buka
warung di siang hari Ramadhan.
Kemudian
ilmuwan yang tawadhu’ ini menutup buku ini dengan menjelaskan zakat fihrah,
bagaimana kalau hari raya pas hari Jum’at, dan beberapa adab menyambut Iedul
Fitri.
Buku
ini memang menarik karena membahas masalah-masalah kontemporer dan disajikan
dengan sederhana dan bahasa yang mudah dipahami. Istilah-istilah khusus seperti
istilah kedokteran, istilah fikih, ushul fikih diberikan penjelasan seperlunya.
Dengan demikian pembaca mampu memahaminya dengan jelas. Untuk memudahkan temu
kembali topik-topik menarik, buku ini dilengkapi indeks pada halaman akhir
buku.
Kalau
kita pelajari buku-buku tentang Ramadhan, sebenarnya satu buku itu saling
melengkapi pada buku lain. Disamping memang masing-masing penulis itu memliki
latar belakang dan tujuan penulisan sendiri-sendiri.
Apabila buku
ini disandingkan dengan buku Majelis
Bulan Ramadhan (judul asli Majaalis
Syahri Ramadhan) oleh Syaikh Muhammad bin Salih al ‘Istaimin, maka buku
Prof. Syamsul Anwar ini cenderung membahas puasa yang terkait dengan kekinian
dan cenderung menjawab pertanyaan dan persoalan yang terjadi dalam masyarakat.
Sebagai contoh adalah bagaimana kewajiban puasa bagi
pekerja berat seperti kuli bangunan, pekerja tambang, driver kendaraan berat, dan lainnya. Dalam menjelaskan masalah ini,
lebih dahulu dikemukakan nash-nash Al Quran (Q.S. Al Baqarah: 184) dalil ushul
fikih dan hadis, maka penulis buku ini menyatakan:”orang-orang yang berat menjalankannya dalam ayat ini meliputu orang tua
yang sudah tidak kuat lagi berpuasa, orang sakit menahun, orang yang
masyaqqahnya (kesukarannya) berulang-ulang seperti wanita muda yang hamil dan
menyusui kemudian hamil dan menyusui lagi, serta pekerja berat seperti
kuli-kuli pekerja berat di pelabuhan atau lain-lain. Mereka ini boleh tidak
berpuasa dan menggantinya dengan membayar fidyah, yakni memberi makan satu
orang miskin untuk satu hari tidak berpuasa (hlm: 4)
Vaksinasi dan suntik
Vaksinasi
yang kini sedang digalakkan Pemerintah, Guru Besar yang pernah menjabat BPH UMY
ini menjelaskan bahwa suntikan non
nutrisi disepakati tidak membatalkan puasa karena suntikan ini tidak
memasukkan makanan ke dalam tubuh (Al Khalil: 70), termasuk suntikan vaksinasi
yang tidak memasukan zat makanan pada tubuh. Oleh karena itu pelaksanaan
vaksinasi dengan cara suntikan intramaskular (melalui otot) di siang Ramadhan
bagi orang yang berpuasa tidak membatalkan puasa (hlm: 75). Oleh karena itu kiranya
tidak perlu ragu mengikuti vaksinasi di siang hari pada bulan Ramadhan
nanti.
Pada
buku Majelis Bulan Ramadhan (2007) dibahas dan dijelaskan tentang keutamaan bulan
Ramadhan, membaca Al Quran, adab berpuasa, hal-hal yang membatalkan puasa, zakat,
penghuni surga dan neraka serta sekitar taubat. Penyajian buku ini disertai
dalil – dalil Al Quran dan Sunah, pemahaman salafus shalih, dan mengutamakan
dalil-dalil yang shahih.
Pada
bagian tengah buku (halaman 269)
dijelaskan tentang keutamaan sepertiga akhir bulan Ramadhan. Pada
malam-malam itu Rasulullah mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan
membangunkan keluarganya (H.R. ‘Aisyah r.a.). Beliau menghidupkan malam dengan
shalat malam, membaca Al Quran, berdzikir baik dengan lisan maupun dengan hati.
Pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan itu Rasulullah melakukan i’tikaf sampai beliau wafat dan kemudian
para isteri beliau melakukan i’tikaf sepeninggal beliau (H.R. ‘Aisyah r.a.).
Lasa
Hs.
0 Komentar