BURLIAN SI ANAK
SPESIAL
Oleh: Irkhamiyati,
M.IP*
Judul
:
Burlian
Penulis
: Tere Liye
Penerbit
: Jakarta: Republika, 2009, 339 Hlm.
Seorang anak kelas 4 SD nun jauh di sebuah pelosok kampung di
daerah Palembang bernama Burlian. Dia terlahir di Kampung Paduraksa, yang oleh
mamak dan bapaknya diberi julukan kesayangan, “Si Anak Spesial”. Dia memang
bandel dan kadang susah diatur. Di balik kenakalannya, dia sebenarnya adalah seorang
anak yang pintar dengan rasa penasaran sangat tinggi, banyak bertanya, mau
menurut perintah orang tua, dan rajin mengaji. Banyak kenakalan di usia
anak-anak yang dia lakukan. Suatu hari dia mengajak kakaknya, Pukat “Si Anak
Pintar” bolos sekolah untuk mencari belalang. Dalam bayangan mereka, jika
belalang sudah terkumpul banyak, maka akan dijual di Pasar Kecamatan, yang akan
menghasilkan banyak uang untuk ukuran anak-anak seusia mereka.
Kejadian bolos sekolah itu akhirnya diketahui oleh Mamak.
Esok harinya, keduanya disuruh Mamak untuk tidak sekolah. Dalam benak mereka,
Mamak tidak marah, nyatanya menyuruh mereka untuk membantu cari kayu bakar di
hutan. Jalanan ke hutan licin dan naik turun. Mereka harus mencari kayu,
kemudian memasukkannya ke keranjang sampai penuh, membawanya pulang, dan
menatanya di luar rumah. Hal itu dilakukan berkali-kali, sampai saatnya
istirahat siang. Mereka hanya diberi nasi bungkus, tanpa lauk dan sayur oleh mamak.
Setetah itu mereka masih harus mengerjakan hal serupa sampai petang. Mamak
tidak memberi toleransi bagi mereka untuk beristirahat, tanpa banyak cakap,
harus dikerjakan cepat, sampai badan keduanya terasa remuk redam. Baraulah
mereka sadar kalau itu adalah sebagai hukuman atas tindakan bolos sekolah untuk
mencari belalang. Esok hari, meskipun badan masih terasa sakit, keduanya
memilih beranjak dari tempat tidur dan segera mandi untuk berangkat ke sekolah,
dari pada harus mencari kayu dari pagi sampai petang. Mereka akhirnya sadar,
sekolah itu lebih menyenangkan, bisa bermain saat jam istirahat, bisa dapat
tambahan ilmu dari Pak Bin, guru hebat mereka, bisa jajan ke warung Bu Ahmad,
dsb.
Kenakalan lain yaitu ketika SDSB (Sumbangan Dana Sosial
Berhadiah), sejenis judi togel masuk kampung. Seoang pemuda kampung yang
terganggu jiwanya, alias gila, bernama Samsurat, sejak ada SDSB sering meracau
angka-angka yang anehnya sering keluar sebagai pemenang SDSB. Suatu ketika selepas
Burlian pulang mengaji dari Nek Kiba, tiba-tiba Samsurat menunjuk-nunjuk ke
Burlian, dan diakhiri dengan berbalik badan dan meraung sedih dan marah-marah.
Orang-orang kampung mencoba menafsiran maksud Samsurat, tapi belum ketemu.
Keesokan harinya, mulai dari Wak Lihan, dan banyak orang kampung yang menanyakan
tanggal lahir Burlian yang akan dijadikan nomor taruhan dalam membeli SDSB.
Teman-teman sekelas Burlian, seperti Can dan Mjnjib ikut menjadi Koran SDSB.
Anak-anak kecil, pemuda, dan orang tua sebagai korbannya. Diam-diam, Burlian
terpancing untuk ikut membelinya, meskipun sudah dibilangi oleh Wak Yati, Budhenya:
“Jangan sekali-kali kau berjudi, dosa besar”.
Kali ini rasa penasaran Burlian tidak bisa dibendung , bahkan
dia melakukan 2 dosa besar sekaligus. Pertama dia berani mencuri uang di kaleng
Mamak, yang dia pikir Mamaknya tidak akan tahu. Kedua dia membeli SDSB. Pada
saat pengumuman undian, angka yang keluar menyerupai tanggal lahir Burlian,
hanya saja kebalikannya. Semua penduduk kampung yang memasang angka sesuai
tanggal lahir Burlian kecewa. Anehnya, Burlian membeli dengan angka kebalikan
itu. Dia bisa menangkap pesan Samsurat. Namun untung tidak berpihak padanya.
Saat itu juga Mamak yang tahu kalau Burlian ikut-ikutan beli
SDSB sangat marah besar. Dia menyobek kertas SDSB Burlian di depan orang-orang
yang berkumpul di Warung Wak Lihan yang dijadikan Psoko SDSB Kampung. Mamak
sudah mengajak ibu-ibu lainnya, layaknya berdemonstrasi agar warung itu
ditutup. Berkali-kali usaha itu sudah disampaikan, namun selalu gagal. Ketika
judi sudah meracuni sampai ke anak-anak, ternyata belum cukup sebagai alasan
bagi Dullah, kepala kampung untuk memutuskan tutup warung SDSB. Banyak alasan
oleh mereka. Judi yang membuat bapak-bapak mengahabiskan uang jatah belanja,
uang hasil menjual kopi dan karet, belum menyadarkan mereka untuk berpisah
dengan SDSB. Hari itu 4 angka yang dibeli Burlian menang penuh. Bisa
dibayangkan berapa juta rupiah seharusnyan uang yang akan didapatkan oleh
Burlian, namunMamak tidak menyesal telah menyobek kertas SDSB itu. Mamak tidak
akan mengijinkan sepeserpun uang haram ada di rumahnya dan meracuni anaknya.
Burlian baru sadar akan pesan Samsurat, kenapa di akhir pesan dia meraung dan
marah-marah. Ternyata setelah nomor SDSB menang total, Burlian lemas dan sedih
karena gagal mendapatkan uang jutaan rupiah, akibat kertas sudah diseboek-sobek
Mamak. Warung SDSB baru ditutup setelah
adanya demo besar-besaran oleh mahasiswa di berbagai kota dan tuntutan agar
pemerintah menghapus program judi yang berkedok bantuan sosial yang hanya
memanjangkan angan masyarakat di orde lama itu.
Ada lagi kenakalan Burlian. Dia nekad bermain ke sungai
larangan bersama Pukat dan Can, sepupunya. Niat awal mereka hanya untuk bermain
senapan, sebab Burlian dan Pukat sama sekali tidak boleh mendekati, memegang
bahkan menggunakan senapan angin di gudang belakang rumah mereka. Rasa
penasaran itu membuat Burlian ingin bisa menggunakan senapan. Mereka bertiga ke
kebun jagung, dilanjutkan berburu ikan. Setelah ikan hasil tembakan didapatkan,
Burlian ingin segera mengambilnya, namun tak disangka ada sesuatu yang lebih
cepat menyambarnya. Untung degan refleks tangan Burlian ditarik ke atas. Belum
hilang rasa takut dan kaget mereka, tiba-tiba hewan itu mengejar. Berlarilah
mereka sekuat tenaga. Dalam keadaan panik, kaki Burlian masuk terperosok dan
sulit digerakkan. Pukat membantu sekuat tenaga menariknya, namun tidak
berhasil.
Burlian menagis dan terus menarik kakinya, namun gagal. Dia
menjerit-jerit sambil berteriak minta tolong. Ketiganya ketakutan, dan berteriak
minta tolong. Dalam hitungan detik, terdengar suara “door” pertama, mata kanan buaya
tertembak dan berdarah. Buaya marah dan kesakitan. Kemudian terdengar lagi
suara “door”, membuat mata kiri buaya merah berdarah. Untuk yang ketiga terdengar
lagi suara “door” buaya berbalik mencari sumber suara yang melukainya. Mereka
betiga segera lari meningalkan sungai larangan. Hari itu menjadi hari yang tak
terlupakan bagi mereka. Burlian beruntung bisa lepas dari serangan buaya berkat
orang yang tepat menembak buaya dari seberang sungai. Mereka tidak mengira
kalau sebenarnya orang yang tepat dan jitu menembak buaya itu adalah Bapak
Burlian dan Pukat. Selama ini Bapak
selalu bilang tidak bisa menggunakan senapan angin. Alasan bapak merahasiakan
kepintarannya dalam menembak, selalu menjadi pertanyaan besar di benak
Burlian.
Kenakalan lain Burlian terlihat ketika Mamak menunda
membelikan sepeda sebagai hadiah bagi Burlian yang khatam mengaji di rumah Nek
Kiba. Burlian jadi benci Mamak, Burlian menyangka Mamak ingkar janji. Burlian
tidak mau mengerti bahwa uang yang seharusnya digunakan untuk beli sepeda itu,
sementara digunakan untuk biaya sekolah Ayuk Eli dan membantu pengobatan
anaknya Wak Lihan yang sedang sakit keras. Malam hari Burlian tidak mau makan
dan tidur di luar rumah. Bapak mendekati Burlian. Setelah berbasa-basi ngomong
ini itu, sampailah pada suatu cerita tentang seorang ibu yang dulu rela
memasang tubuhnya demi melindungi anaknya dari sengat ribuan lebah. Ibu itu
sampai sakit berbulan-bulan demi anaknya. Ketika Burlian bertanya: “Itu kejadiannay di mana Pak?” Bapak pun
menjawab: “Di kebun kita, dan Kau tau siapa ibu dan anak itu Burlian?” Perlahan
Burlian mengangguk. “Anak yang dlindungi itu adalah Kau, dan ibu itu adalah
Mamakmu, Burlian”. Seketika air mata Burlian menetes di pipi. Dia baru
menyadari kalau Mamak sangat sayang kepada anaknya. Kemudian Burlian masuk ke
kamar Mamak dan memeluknya erat-erat. Dia tidak marah lagi akan sepeda baru
yang gagal dibelikannya saat itu.
Ayuk Eli juga menceritakan pengorbanan lain oleh Mamak untuk
Burlian. Mamak telah menggadaikan cincin pernikahannya untuk membelikan Burlian
sepeda, meskipun cincin itu adalah harta yang paling berharga untuknya. Mendengar
semua cerita itu, Burlian sadar betapa besarnya cinta Mamak. Bahkan apa saja
akan dilakukan Mamak untuk anak-anaknya.
Di balik kenakalan Burlian, terlihat watak aslinya yang baik.
Ada hikmah di balik peristwa robohnya gedung SD tempat Burlian bersekolah.
Penduduk kampung yang sedang berkumpul untuk melakukan pemilihan kepala kampung
yang baru, dikagetkan oleh suara robohnya SD. Mereka berlari menuju SD yang
jaraknya tidak jauh. Dalam bayangan mereka adalah keselamatan anak-anak dan
guru SD. Alhamdulialh, mereka sedang melakukan upacara bendera di hari Senin.
Banyak anak yang selamat, namun si kembar Juni dan Juli yang tidak ikut upacara
karena sedang nggak enak badan, menjadi korban dari musibah itu. Si Kembar
meninggal di tempat. Beberapa siswa terluka kena lemparan batu bata, kayu, dan
beberapa barang akibat gedung yang roboh. Burlian termasuk korban selamat dari
kejadian itu meski harus di rawat inap beberapa hari.
Robohnya sekolah itu ramai diberitakan di stasiun televisi
nasional, sampai-sampai para pejabat dari pusat mengunjungi sekolah dan korban
yang masih sakit. Pada waktu kunjungan, pejabat itu bertanya kepada Burlian:
“Apa keinginanmu setelah robohnya sekolah itu, sebutkan saja, nanti akan kami
catat dan akan kami wujudkan”. Burlian dengan lugunya menjawab: “ Aku ingin
sekolah dibangun yang bagus, ada perpustakannya yang bukunya bagus dan lengkap,
dilengkapi alat sekolah seperti papan tulis yang layak, dsb”. “OK, kami catat”,
Jawab pejabat itu. “Masih ada lagi Pak”, kata Burlian. “Lho kamu udah
menyebutkan banyak tadi” Kata pejabat itu. “Baiklah satu lagi saja
permintaanmu, sebutkan” Lanjut pejabat itu. “Aku ingin Pak Bin diangkat jadi
guru PNS Pak, sebab jasa Pak Bin sangat besar bagi sekolah kami, pengabdiannya
juga sudah sangat lama” “Wah pintar sekali kamu Burlian”, Kata pejabat itu.
Ternyata pejabat itu adalah Pak Menteri Pendidikan.
Keingin Burlian tak lama setelah peristiwa itu dapat terealisasikan
yang juga terbantu dengan Program ABRI Masuk Desa/AMD. ABRI membantu membangun
sekolah, masjid kampung, dan belasan kamar mandi umum. Program perkemahan juga
dilaksanakan saat ada AMD. Pada hari terakhir AMD, mereka mengadakan lomba
lari. Dengan segala upaya Burlian, Can, dan Munjib ingin memenangkan lomba
lari. Berkat ketelodoran mereka tersesat di hutan H-1 lomba lari, membuat
mereka punya ide untuk melewati jalan pintas di hutan, sehingga mereka bisa
menang dalam lomba lari. Can yang bercita-cita sebagai tentara tercatat sebagai
juara 1. Munjib yang ingin melanjutkan sekolah ke SMP, sebagai juara 2,
sehingga uangnya bisa sebagai tambahan biaya sekolah nantinya. Burlian sengaja
mengalah dari 2 temannya, demi mewujudkan keinginan kedua temannya.
Burlian memang istimewa di banding dengan lainnya. Dia sopan
dan mudah bergaul dengan orang lain, termasuk dengan orang asing dari Jepang,
yaitu Nakamura. Rasa ingin tahunya yang besar membuatnya menjadi sahabat bagi
orang dewasa yang bertugas sebagai pimpinan dalam proyek pembangunan jalan tol
di Pulau Sumatra. Berkat kedekatan Burlian dengan Nakamura, mengantarkannya
menjadi sahabat pena bagi anak Nakamura,
Keiko yang ada di Jepang sana. Banyak lagi cerita keistimewaan Burlian yang sangat
menarik, disajikan dalam novel ini.
Janji Pak Menteri ditepatinya, karena disaksikan para
wartawan saat itu dengan siaran televisi. Sekolah jadi bagus, dan Pak Bin diangkat
menjadi PNS. Hal itu menambah semangat Pak Bin dan anak-anak dalam menjalankan ujian kelulusan. Semua siswa kelas enam lulus,
yang berjumlah 13 orang. Semua mendapat nilai bagus. Pak Bin juga mendapat
penghargaan dari dinas pendidikan. Kabar baik lainnya yaitu Burlian bisa
mewujudkan impiannya bersekolah SMP tidak hanya di SMP Kota Kabupaten yang
terdekat dengan rumahnya. Dia akan bersekolah di SMP yang perpustakaanya bagus,
sehingga kata Pak Bin, bisa membuat rasa haus Burlian untuk membaca bisa
terobati. Nakamura, Insinyur dari Jepang menawakan Burlian sekolah SMP, SMA,
dan kuliah di Jakarta. Itulah jembatan yang akan membawa Burlian sampai ke
Jepang, dan kembali menjadi orang yang sukses, sehingga membuat bangga dan
senang orang tua dan orang-orang di kampungnya.
Novel ini ditulis oleh pengarang yang mampu menggambarkan
setiap petualangan Burlian dengan sangat bagus, sehingga pembaca seakan terbawa
ke alam yang diceritakan tersebut. Keistimewaan Burlian patut menjadi gambaran
bagi anak-anak seusianya. Kenakalan yang masih wajar, namun lebih dominan sikap
baiknya yang selalu dibimbing oleh orang tua. Pengarang menyampaikan cara orang
tua dalam menghukum anak, tidak perlu dengan kekerasan fisik seperti dipukul, dan
memarahi habis-habisan, namun cukup dengan tindakan nyata yang bermanfaat
sehingga mampu menyadarkan mereka. Novel ini layak dibaca, sangat menginspirasi
tentang semangat tinggi anak-anak kampung dalam meraih cita-citanya untuk
merubah nasib, yang dibekali dengan sikap arif bijaksana warisan leluhur, dan
bekal agama yang kuat untuk masa depan mereka. Ada sedikit catatan ketika
membaca novel ini kadang terasa sulit membayangkan alam dan kondisi riil yang
ada dalam novel, karena hal itu jauh dari kehidupan yang saya alami. Pembaca
harus berimajinasi untuk memahami ilustrasi yang unik dalm novel ini.
·
Penulis adalah Kepala Perpustakaan UNISA
Yogyakarta
0 Komentar