Apabila dititipi barang, pesan, harta, salam, bahkan anak oleh pihak
lain, maka titipan itu harus dijaga sebaik-baiknya. Apabila sewaktu-waktu
titipan itu diambil oleh yang menitipkannya, maka titipan itu harus dikembalikan
secara ikhlas.
Dalam suatu kisah disebutkan bahwa pada masa Rasulullah saw terdapat
suami isteri yang saling asih, asuh, dan asah. Suami itu bernama Abu Thalhah
dan isterinya bernama Ummu Salim.
Pada suatu hari, Abu Thalhah baru
pulang dari berniaga. Beberapa saat sebelum kedatangannya di rumah, anaknya
meninggal dunia. Begitu Abu Thalhah tiba di rumah, Ummu Salim tidak segera
memberitahu atas kematian anaknya. Hal ini disebabkan Pak Thalhah masih capai
dan pikirannya belum tenang. Setelah duduk sejenak, lalu dihidangkannya minuman
dan makanan ala kadarnya. Lalu Abu Thalhah menanyakan keadaan putranya yang
ketika ia pergi kebetulan anaknya itu sedang sakit. Maka Ummu Salim mengatakan
:”Wahai suamiku, anak kita kali ini lebih tenang dari sebelumnya. Dikatakan
selanjutnya :”Wahai suamiku apabila seseorang menitipkan sesuatu kepada orang
lain dalam jangka waktu tertentu, lalu pada suatu saat yang telah disepakati
untuk diambil oleh orang yang titip. Lalu kira-kira bagaimana sikap orang yang
dititipi itu ?”. Mendengar itu, lalu Abu Thalhahpun menjawab :Tentunya orang
yang dititipi itu harus rela atas titipan itu untuk diambil yang punya”. Lalu Ummu Salim mengatakan bahwa putra kita telah meninggal
dunia dan kini terbaring dengan tenang di kamar. Lalu Abu Thalhah menghampiri
putranya yang sudah meninggal beberapa saat ,lalu mengucapkan innaalillaahi wainnaa ilaihi raaji’un. Lalu
berdo’a mendo’akan putranya semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, menerima
amalnya, dan ditempatkan di sisiNya sesuai amal saleh dan ibadahnya.
Keesokan harinya. Abu Thalhah menghadap Rasulullah saw dan menceritakan
apa yang dikatakan Ummu Salim (isterinya) kepadanya. Rasulullah saw menyatakan
:”Demi Allah yang telah mengutusku dengan kebenaran. Allah telah menitipkan seorang anak laki-laki ke Rahim Ummu
Salim atas kesabarannya”.
Sungguh mengagumkan
kesabaran Ummu Salim sebagai seorang isteri yang menyadari bahwa semua itu
hanya titipan. Beliau memang pandai menjaga perasaan suami yang baru saja
pulang bepergian jauh melaksanakan kewajiban sebagai seorang suami. Yakni
beliau berniaga untuk mencukupi kebutuhan hidup.
(Lasa Hs)
0 Komentar