a)
Budaya organisasi (corporate culture)
Budaya organisasi adalah seperangkat simbol-simbol yang
ada dalam organisasi, profesi, industri, atau komunitas tertentu yang merupakan
ciri khas, keunggulan, dan kebanggaan tersendiri. Karakteristik ini bisa dalam
bentuk kedisiplinan tinggi, cara berpikir, dan perilaku yang merupakan ikatan
kuat dalam komunitas. Budaya organisasi ini perlu dijaga dan dikembangkan terus
menerus. Sebab kekhasan ini menjadi salah satu modal kompetisi dengan
organisasi, lembaga, industri lain.
Banyak cara penumbuhan dan pengembangan budaya organisasi
ini antara lain dengan; penanaman budaya kerja yang profesional, penanaman
loyalitas, penumbuhan motivasi, penanaman
tanggung jawab pada korps, dan penanaman komitmen.
(1)
Penanaman budaya kerja profesional
Keberhasilan seseorang, lembaga, organisasi, maupun
profesi tertentu dapat dicapai berkat kerja keras secara profesional. Budaya
kerja keras ini akan melahirkan produk (barang dan jasa) yang berkualitas.
Produk ini merupakan keunggulan tersendiri. Keunggulan ini harus dicapai
apabila profesi pustakawan tidak ingin tergusur dan terpinggirkan.
Sayang
sebagia besar pustakawan kita takut kompetisi dengan indikator antara lain
betapa sedikitnya peserta kompetisi pustakawan berprestasi yang diselenggarakan
oleh Perpustakaan Daerah/Nasional, FPPTI Daerah, maupun Lembaga Layanan
Pendidikan Wilayah/Kemenristekdikti maupun kompetisi lainnya. Begitu juga media
sosial kepustakaanan akan ramai bila ada yang ulang tahun.Tetapi apabila
informasi tentang kejuaraan/kompetisi, mereka sakit gigi dan media sosial sepi
tidak ada komentar. Cara dan perilaku ini kurang menunjukkan budaya kerja yang
profesioal.
Alangkah indahnya
bila pada diri pustakawan dan pegiat literasi ditanamkan jiwa berbakti dan
berprestasi untuk memajukan negeri ini. Bukannya banyak ngrumpi tanpa prestasi.
(2)
Penanaman loyalitas dan kebanggaan korps
Penanaman loyalitas ini penting bagi suatu profesi.
Dengan adanya loyalitas tinggi, mereka yang tergabung dalam suatu profesi akan
mencapai keunggulan dalam profesinya.
Dengan adanya kompetisi yang sehat akan dicapai
keunggulan profesi pustakawan. Dalam mencapai keunggulan ini perlu ditanamkan
sikap maju bersama dan tidak menjatuhkan satu pada yang lain. Sebab
keberhasilan yang sesungguhnya itu pada hakekatnya terletak pada kebersamaan.
Maju sendirian itu sebenarnya sebuah kegagalan, karena tidak adanya
kerjasama.
Mereka akan memupuk hubungan kerjasama yang baik dengan
sesama rekan seprofesi, menjaga nama baik dan martabat rekan, serta memiliki
kesetiaan dan penghargaan terhadap korps.
Sesama pustakawan perlu saling menjaga nama baik.
Hendaknya dihindarkan pengungkapan kekurangan yang lain. Dalam hal ini
Rasulullah Saw bersabda yang artinya:” Jika engkau akan mengungkapkan cela
orang lain, maka lebih dulu ingatlah cela dirimu sendiri”. (H.R. Ar Rafiy).
Bahkan dalam syair Arab dikatakan :”Apabila seseorang itu tidak tercoreng
namanya/kehormatannya, atau harga dirinya, maka selendang apa pun yang
dipakainya tetap kelihatan indah”.
(3)
Penumbuhan motivasi
Motivasi sangat diperlukan dalam kehidupan manusia
sebagai individu maupun sebagai kelompok. Dengan motivasi tinggi, orang
bergairah dalam hidup dan kehidupannya. Sebaliknya, mereka yang memiliki
motivasi rendah akan memandang hidup dan
profesinya tidak menggairahkan. Hal ini bisa terjadi karena tidak ada dorongan
pada diri untuk hidup dan berkehidupan profesi lebih baik.
Orang-orang yang memiliki motivasi tinggi ingin selalu
berprestasi. Mereka akan memacu dirinya untuk berkompetisi, berusaha untuk
menjadi yang terdepan. Orang ini selalu
berusaha menjadi orang yang pertama dalam bidang, lembaga, atau
komunitasnya. Upaya ini disebut dengan achievement
motivation atau needs for
achievement.
(4)
Penanaman tanggung jawab pada profesi
Etika profesi pustakawan yang dituangkan dalam Kode Etik
Pustakawan Indonesia itu merupakan bentuk tanggung jawab seorang pustakawan
terhadap profesinya. Dalam hal ini seorang pustakawan dituntut untuk bekerja
sesuai standar dan mencapai prestasi setinggi-tingginya. Hal ini dimaksudkan
untuk memajukan profesi, perpustakaan, dan ilmu perpustakaaan.
Ilmu pengetahuan, pengalaman, dan informasi yang dimiliki
pustakawan hendaknya dimanfaatkan untuk kepentingan profesi, ilmu perpustakaan,
organisasi kepustakawanan, perpustakaan, dan masyarakat pada umumnya. Firman
Allah Swt dalam Q.S. Al Isra’ ayat 36 menyatakan yang artinya: “Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabnya”.
Demikian pula dalam hadis
Nabi Muhammad Saw, bahwa beliau bersabda yang artinya: “ Tiada habisnya
(berdiri) kedua telapak kaki seorang hamba (kelak) di hari kiamat sehingga
selesai ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, ditanya tentang
pengetahuannya untuk apa telah dilakukan dengan (ilmunya) itu, kemudian ditanya
perihal hartanya dari mana diperoleh dan kemana dibelanjakan, dan ditanya dari
jasmaninya untuk apa dihabiskan tenaganya” (H.R. Turmudzi)
Dari ayat Al Quran dan hadis tersebut dapat dipahami bahwa apa yang
diperbuat oleh manusia harus dipertanggungjawabkan. Ilmu pengetahuan dan
keahlian pustakawan dimanfaatkan untuk apa. Apakah kegiatan kepustakawanan itu
sekedar bernilai angka kredit, untuk kenaikan jabatan/pangkat/golongan, atau
benar-benar ikhlas dan profesional.
(5)
Penanaman komitmen
Komitmen adalah sikap menyesuaikan diri dengan manap pada sasaran yang akan
dicapai seseorang atau komunitas Orang-orang yang komitmen tinggi akan memiliki
inisiatif. Mereka yang memiliki inisiatif tinggi biasanya mampu membaca
peluang, mampu memanfaatkan peluang, mampu mengembangkan peluang, bahkan mampu
menciptakan peluang.
Orang-orang yang memiliki
inisiatif tinggi biasanya memiliki karakteristik :
(a) Siap memanfaatkan peluang;
(b) Mampu melampaui batas, persyaratan, atau standar yang ditetakan. Dengan
kata lain, orang yang inisiatif akan melebihi rata-rata orang lain;
(c) Dalam kondisi tertentu berani melawa arus dan sudah diperhitungkan tidak
akan terbawa arus;
(d) Berani melakukan petualangan dan besedia berkorban untuk orang lain;
(e) Mengajak orang lain untuk memperbaiki langkah-langkah yang selama ini
dianggap lemah,kurang, atau salah;
(f) Siap menghadapi celoteh, gosip, isu, atau suara-suara miringatau suara
sinis;
(g) Sabar menghadapi sikap dengki dan iri atas keberhasilannya
Orang-orang yang memiliki inisiatif biasanya bersikap
berani menanggung resiko. Orang-orang seperti ini akan memperoleh keberhasilan
tersendiri. Sementara itu, mereka yang tidak punya inisiatif cenderung mudah
menyerah, pasrah, dan kalah dalam bersaing.
Suatu ketika Rasululla saw. berkumpul dengan para
sahabat. Beliau berkisah tentang tiga orang yang masuk masjid untuk
melaksanakan salat berjama’ah. Ketiga orang itu kebetulan datang terlambat dan
masjid sudah penuh jama’ah. Melihat masjid sudah penuh, orang pertama segera
pulang ke rumah untuk salat sendirian (munfarid).
Orang kedua langsung masuk ke masjid untuk ikut salat jama’ah meskipun di
serambi masjid. Sementara itu, orang ketiga memiliki inisiatif untuk menerobos
saf-saf itu sambil mengamati barangkali ada saf yang masih kosong. Berkat
inisiatif, keberanian, dan kemampuan membaca peluang serta memanfaatkany, maka
orang ketiga ini mendapat tempat salat di saf depan. Kemudian Rasulullah saw.
memberikan komentar bahwa orang pertama adalah gambaran orang yang putus
asa.Orang kedua adalah tipe orang yang malu-mau karena tidak berani. Kemudian
orang ketiga adalah tipe orang yang berinisiatif, penuh harapan, bersemangat,
dan pantang menyerah.Maka orang ketiga inilah yang memeroleh apa yang
diinginkan.
c).Manajerial/perilaku
manajerial
Perubahan
signifikan suatu perpustakaan dipengaruhi oleh model kepemimpinan perpustakaan.
Kepemimpinan yang berhasil merupakan perkalian antara kredibilitas dan
kemampuan (Dave Ulrich dalam Rohimah, 2017:5).Kredibilitas itu terkait dengan
ciri-ciri yang ada pada seorang pemimpin (kepala perpustakaan) seperti
kompetensi, sifat, nilai, kebiasaan , dan kepercayaan oleh kolega dan
bawahannya. Kemudian yang dimaksud kemampuan disini adalah kemampuan kepala
perpustakaan dalam menata dan melaksanakan visi, misi dan strategi pengembangan
sumber daya manusia dan sumber daya lain dalam memajukan perpustakaan.
Kepemimpinan
transformatif membutuhkan pengarahan yang jelas dan keteladanan. Bukannya
kepemimpinan yang bingung (tidak bisa mengarahkan) dan sekedar DDP (datang duduk perintah). Kemampuan
pengarahan dan keteladanan kadang lebih dahsyat dari sekedar banyak bicara. Ketidakmampuan memberikan pengarahan akan
membuat kebingungan anak buah. Ketiadaan keteladanan, akan mengurangi
kewibawaan
Dalam
pandangan Islam, kepemimpinan yang baik adalah pemimpin (kepala perpustakaan)
yang memiliki ciri-ciri; (1) jujur/shiddiq,
atau dapat dipercaya. Yakni kepemimpinan yang bisa dipercaya oleh atasan
maupun anak buah/masyarakat karena memiliki pengetahuan perpustakaan yang
memadai; (2) komunikatif/tabligh, yakni
mampu melakukan komunikasi, pendekatan ke atas maupun ke bawah, dan pihak lain.
Kelancaran komunikasi ke segala arah ini akan memperlancar program-program
perpustakaan. (3) bertanggung jawab/amanah, yakni kepemimpinan yang mampu
melaksanakan tugas kepemimpinan perpustakaan secara penuh. Bukan kepemimpinan sampingan
dan sekedar bersinggah, asal beres. Kepemimpinan yang ala kadarnya ini bukan
kepemimpinan yang bertanggung jawab.Kepemimpinan model ini tidak akan membawa
kemajuan. (4) cerdas/fathanah, yakni kepemimpinan yang mampu
menggerakkan perpustakaan dengan inovasi-inovasi.
Kepemimpinan/kepala
perpustakaan yang memiliki sifat-sifat seperti inilah yang diharapkan mampu
mengembangkan dan merubah kinerja perpustakaan. Perubahan itu terutama dalam
layanan perpustakaan
Selesai
Lasa Hs
0 Komentar