Kata sebagian
orang, tiada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan. Artinya dalam kehidupan
manusia diperlukan adanya perubahan terus menerus. Perubahan pada diri
seseorang akan memengaruhi perubahan pada lingkungan dan kinerja lembaga
(perpustakaan) . Kemudian dalam dimensi kepustakawanan (ilmu perpustakaan,
profesi pustakawan, dan perpustakaan) perubahan itu meliputi dua dimensi. Yakni
dimensi berubah dengan inovasi dan dimensi dirubah oleh keadaan dan situasi.
Kalau dunia kepustakawanan tidak berusaha berubah dengan kreativitas,
keberanian, dan inovasi baru, maka dalam perjalanannya akan dirubah oleh faktor,
profesi, atau orang lain.
Perubahan
kepustakawanan merupakan keniscayaan karena faktor internal dan eksternal.
Tuntutan perubahan internal didorong adanya perkembangan ilmu pengetahuan,
profesi, dan sistem layanan. Kemudian perubahan eksternal didorong oleh
tuntutan kualitas akses informasi masyarakat, perkembangan profesi lain, dan
perkembangan teknologi informasi. Apabila profesi kepustakawanan tidak berani
dan tidak sinergi, maka akan diintervensi oleh profesi lain. Bahkan lahan
pustakawan digusur dengan berbagai
peraturan dan kebijaksanaan. Undang-undang
dan peraturan pemerintah kadang dikalahkan oleh keputusan menteri.
Katanya langkah ini untuk sementara atau sekedar tanggap darurat.
Pengembangan
profesi kepustakawanan mungkin semakin terdesak oleh suatu kebijakan.Yakni
kebijakan yang tidak ngopeni anak sendiri (pustakawan
terdidik), tapi justru ngopeni anak orang lain (pustakawan
kurang terdidik, pustakawan kagetan,pustakawan glundung pringis).
Di
satu sisi juga terjadi,bahwa ada orang-orang yang perlu jabatan lantaran faktor kedekatan dengan kekuasaan atau
dulu menjadi tim sukses . Nah, di beberapa pos jabatan sudah penuh. Perpustakaanlah
mungkin yang pas untuk orang-orang ini.
Perubahan dari
faktor eksternal ini perlu diantisipasi dan dicari solusinya. Apabila pengaruh
luar itu tidak dicari solusinya, maka profesi kepustakawanan akan
terpinggirkan. Oleh karena itu, segala bentuk intervensi
dan pengebirian profesi itu harus diminimalisir oleh pustakawan kalau profesi
ini tidak ingin dimarjinalkan.
Perubahan
adalah cara pustakawan mempertahankan diri sabagai tenaga profesi, tenaga
fungsional, dan tenaga kependidikan di era global ini. Di era ini, pustakawan
harus mau bekerja keras bersinergi untuk tetap eksis dan mampu menunjukkan
kinerja yang profesional. Para ilmuwan dan profesional kepustakawanan dalam
menghadapi era global ini bukan sekedar ancaman yang dihindari. Tetapi era
kesejagatan ini dijadikan tantangan yang harus dihadapi.
Pustakawan
sebagai fungsional dan profesi
merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat maju. Semakin maju masyarakat,
semakin banyak membutuhkan informasi,
baik kualitas maupun kuantitas. Di satu sisi, kita perlu memahami bahwa kini
masyarakat tengah berubah menuju masyarakat informasi/information society.
Usaha perubahan menuju
keadaan yang lebih baik perlu ditangani secara baik. Apabila penanganan
perubahan ini buruk, maka sangat mungkin justru bisa menimbulkan hal-hal yang
serius. Hal-hal serius ini misalnya stres,
menurunnya motivasi, rendahnya kinerja, kepailitan, dan resistensi terhadap perubahan itu sendiri.
1) Stres
Stres
adalah situasi ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang sebagai
akibat adanya tekanan, hambatan, penderitaan, dan kesulitan. Ketegangan ini
bisa memengaruhi emosi, pikiran, dan konflik fisik. Bahkan bisa menimbulkan
perilaku yang aneh-aneh. Orang menganggapnya nyleneh.
Stres
merupakan fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang bisa
memberikan dampak negatif pada kehidupan emosi,intelektual, dan kehidupan
sosial. Stres emosi misalnya, dapat menimbulkan perasaan negatif
terhadap diri sendiri atau pada diri orang lain. Stres intelektual akan
mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah.
Sedangkan stres sosial dapat mengganggu hubungan individu dalam kehidupan
(Rasmun,2009).
Perubahan keadaan
diri orang dan perubahan sekitar bisa menimbulkan kesedihan dan tekanan. Untuk
itu, orang perlu memahami diri dan perubahannya. Disamping juga harus siap
menghadapi perubahan komunitasnya. Perubahan diri misalnya, pernikahan,
kelahiran anak yang tidak dikehendaki, beban hidup, dan lainnya. Faktor luar
yang bisa menyebabkab stres antara lain faktor lingkungan kerja, ekonomi, tugas
yang berat, teman sekerja, dan lainnya.
Stres
yang dialami oleh tenaga perpustakaan (belum tentu pustakawan) dapat berpengaruh
pada kinerja mereka. Untuk itu pimpinan dan seluruh staf perpustakaan perlu
memahami gejala stres. Gejala ini dapat diketahui antara lain dengan memerhatikan
perilaku seseorang.
Gejala
stres menurut beberapa ahli dapat diketahui melalui gejala fisik, gejala
psikologis, dan gejala keperilakuan (Hariandja, 2002).
a.
Gejala fisik, yaitu
perubahan-perubahan yang terjadi pada metabolisme organ tubuh seperti pada
denyut jantung yang meningkat, tekanan darah yang meningkat, sakit kepala,
maupun sakit perut.
b. Gejala psikologis, yakni adanya perubahan-perubahan sikap yang terjadi pada
seseorang, misalnya ketegangan, kegelisahan, ketidaksenangan, kebosanan, cepat
marah, dan lainnya
c. Gejala keperilakuan, yakni adanya perubahan-perubahan yang menyebabkan
tingkat produktivitas menurun, kreativitas semakin minim, dan semangat kerja
berkurang. Gejala ini juga ditunjukkan dengan ketidakhadiran yang tinggi, minum
minuman keras, mabuk-mabukan, sulit tidur. Mungkin juga bicaranya ngalor ngidul tidak terarah.
2) Menurunnya motivasi
Adanya
perubahan bisa menurunkan motivasi seseorang dalam menghadapi hidup dan
kehidupan ini. Mereka yang memiliki motivasi rendah akan memandang hidup ini
tidak menggairahkan. Semangat hidup dan semangat kerja padam lantaran tidak bisa
memahami makna hidup ini. Mereka loyo dan nglokro
itu akan menjadi masalah dan beban tersendri di lembaga tempat kerja dan
juga problem profesi.
3) Rendah kinerja
Adanya perubahan bisa memengaruhi kinerja individu atau kinerja lembaga/perpustakaan. Kinerja
individu adalah hasil kerja perorangan dalam suatu
lembaga/organisasi/perpustakaan dalam waktu tertentu sesuai kewajiban, ranggung
jawab, hak, dan wewenang yang diberikan. Kinerja individu ini akan meningkat
apabila memiliki keahlian yang tinggi, mau kerja keras dan memiliki motivasi
tinggi.
Kinerja lembaga/perpustakaan
adalah efektivitas jasa yang disediakan perpustakaan dan efisiensi pemanfaatan
sumber daya perpustakaan untuk menghasilkan jasa. Efisiensi dalam hal ini
berarti perbandingan antara jumlah sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan dengan jumlah sumber daya yang dimiliki. Makin kecil
perbandingan itu, maka semakin kecil pula efisiensinya. Sedangkan kinerja
perpustakaan antara lain dapat diukur dari aspek persepsi pemustaka, layanan
kepada pemustaka, layanan teknis, promosi, dan pemanfaatan sumber daya manusia.
Kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi dapat menurunkan kinerja seseorang dan lembaga/perusahaan.
Sekedar contoh, dengan adanya Go Jek, Uber, dan lainnya ternyata memengaruhi kinerja
biro jasa transportasi taksi misalnya. Menjamurnya jasa Go Jek dan jasa
transportasi sepeda motor plus penggunaan teknologi informasi (handphone,
smartphone dll) ternyata membuat resah dan cemas perusahaan transporasi dengan
armada taksi.
. Dengan kemajuan teknologi
informasi ini pula berakibat menurunnya kunjungan fisik ke perpustakaan. Oleh
karena itu perlu kiat, inovasi, dan keberanian merubah sistem layanan untuk
menarik mereka. Perubahan dan inovasi ini antara lain peningkatan fasilitas
perpustakaan dengan lay out ruang, peningkatan kebersihan, kesejukan, dan
kenyamanan. Bisa juga upaya ini dengan menambah layanan pelatihan literasi informasi,
cek aplikasi deteksi plagiasi, layanan biblioterapi, bedah film, bedah buku,
dan lainnya. Tanpa adanya keberanian berubah, maka lama kelamaan perpustakaan
ditinggalkan pemustakanya.
Bersambung
Lasa Hs
0 Komentar