Pada dasarnya kewajiban melaksanakan ibadah haji
hanya sekali seumur hidup dan boleh juga dilakukan lebih dari sekali. Hal ini
berdasarkan hadist Nabi Muhammad saw yang artinya:”Kewajiban haji itu hanya
sekali, siapa yang menambah (lebih dari sekali) maka hal itu merupakan tathawwu’ (amalan sunah). Dalam kesempatan lain,
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa umrah satu ke umrah berikutnya akan
menutup kesalahan-kesalahan yang terjadi antara keduanya, dan haji yang mambrur
itu imbalannya adalah surga (Dari Abu Hurairah, H.R. Bukhari dan Muslim)
Mengingat ibadah haji itu merupakan ibadah yang
mahal, maka perlu dipersiapkan sematang mungkin antara lain dengan:
1. Bertaubat
Bertaubat pada hakikatnya adalah upaya total
untuk melepaskan diri dari perbuatan dosa, menyesali dosa, dan tidak akan
mengulang kembali berbuat dosa.
2. Memahami ajaran-ajaran Islam
Selayaknya, bagi mereka yang akan menunaikan
ibadah haji untuk memahami ajaran Islam secara baik. Ketentuan-ketentuan dalam
agama perlu dipahami dasarnya. Bukan sekedar ikut-ikutan yang tak jelas
sumbernya. Jangan sampai anut grubyuk ora
ngerti rembuk. Allah swt berfirman yang artinya:” Janganlah kamu mengikuti
sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati
nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (Q.S. Al Isra’: 36)
3. Memahami manasik haji
Ibadah yang seumur hidup sekali ini sangat
sayang kalau salah. Oleh karena itu perlu memelajari secara benar tentang
syarat, rukun, dan wajib haji yang sebenarnya sangat sederhana.
Karena kurang pengetahuan tentang manasik
haji, beberapa jama’ah haji sampai di Mekkah hanya ikut-ikutan orang lain.
Misalnya melempar Ka’bah dengan surban,
sajadah, bahkan sandal. Katanya dengan cara ini untuk ngalap berkah.
Memang ada hadist Nabi Muhammad saw yang
menyatakan untuk mencium Ka’bah. Namun semua itu harus semata-mata mengikuti
Sunah Rasul saw. Dalam hal ini ‘Umar bin Khattab pernah mendekati Hajar Aswad
dan menciumnya, lalu berkata :”Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah batu yang
tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak bisa menghilangkan madharat.
Andaikata saja saya tidak menyaksikan sendiri bahwa Rasulullah saw mencimmu,
maka aku pasti tidak akan menciummu” (H.R. Bukhari dan Muslim
Dalam usaha mencium Hajar Aswad ini memang ada
yang menjual jasa. Tetapi cara ini kadang justru mendhalimi jama’ah lain. Sebab
penjual jasa itu mendorong-dorong jama’ah di depannya sehingga jatuh. Hal ini
sebenarnya dilarang oleh Pemerintah Saudi Arabia yang seyogyanya patut
diperhatikan.
4. Mencari rizki yang halal
Rizki yang diperoleh
seseorang akan memengaruhi perkembangan rohani seseorang secara psikologis,
sosial, psikis, bahkan do’anya tidak diperhatikan Allah. Sebab Allah Maha Suci
dan hanya menerima yang suci.
Orang yang bertekad untuk
melaksanakan ibadah haji, seyogyanya tidak tamak pada harta dan jabatan apalagi menyerobot hak orang lain. Dalam hal
ini Rasulullah saw menyatakan yang artinya :”Siapa yang menahan dirinya (tidak
meminta-minta harta, pangkat, jabatan), maka Allah akan menjaga harga dirinya.
Siapa yang merasa cukup (dengan harta, pangkat, jabatan yang dimilikinya), maka
allahpun akan mencukupkannya”. Oleh karena itu mereka yang berniat ibadah haji
hendaknya selalu mencari ridha Allah dan selalu mndekatkan diri pada Allah.
Ibadah haji bukan sekedar agar dipanggil Pak Haji atau Bu Hajah.Itu semua
hanyalah urusan duaniawi. Kalau tidak hati-hati, kita akan terjebak oleh
nilai-nilai fatamorganis. Utuk itu perlu kita renungkan dan sadari firman Allah
swt yang artinya :” Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
Kami akan memberikan balasan penuh atas kegiatan/amal perbuatan mereka dan
mereka tidak akan dirugikan di dunia. Namun mereka itu di akhirat akan
memeroleh neraka, maka sia-sialah apa yang mereka usahakan/lakukan di dunia dan
musnahlah apa yang telah mereka laksanakan (Q.S. Hud : 15 – 16)
5. Ikhlas
Semua ibadah pada dasarnya harus dilaksanakan
dengan ikhlas. Oleh karena itu dalam melaksanakan ibadah haji nanti harus
dilakukan serba antri, menghadapi bermacam-macam watak dan prilaku manusia.
Maka tidak perlu banyak mengeluh, banyak tuntutan, rewel, dan lainnya. Semua
itu harus diterima dengan ikhlas.
6. Sabar
Dalam perjalanan yang jauh, berpindah-pindah,
bergaul dengan bangsa lain kiranya perlu kesabaran tinggi. Sejak keberangkatan
dari rumah, kabupaten, bandara, dan sampai Tanah Suci harus rela untuk
bersabar.
Bersambung
Lasa Hs
0 Komentar