a. Judul buku : Bulan
Terbelah di Langit Amerika
b. Pengarang : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
c. Penerbit : Gramedia
d. Tahun terbit beserta cetakannya : September, 2014
e. Deskripsi buku : 344 hlm.
f. ISBN : 978-602-03-0545-5
b. Pengarang : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
c. Penerbit : Gramedia
d. Tahun terbit beserta cetakannya : September, 2014
e. Deskripsi buku : 344 hlm.
f. ISBN : 978-602-03-0545-5
Bertemu
dengan kurator museum yang juga seorang keturunan suku yang tersingkir di benua
adidaya. Dialah yang akan menjawab pertanyaan Hanum sebagai seorang reporter. Apakah
dunia akan lebih baik tanpa Islam?. Pertanyaan yang dibuat oleh Gertrud, atasan
yang sekaligus sahabat itu membuatnya kehilangan intuisi.
Dua
malam perjalanan bak drama yang Hanum lalui dengan tegar. Padahal ia sangat
mengenal dirinya bahwa ia tak pandai mengenali arah. Bertemu dengan Julia,
bermalam dan bercakap tentang banyak hal juga tak lupa tentang kisah kelam 11
September itu. Menguak identitas yang baru dari seorang Julia. Ya,
ada sosok baru yang telah lama tak tampak darinya. Julia adalah Azimah Hussein
yang sosoknya ia kenal sebab Julialah yang menolongnya saat terkulai dimasjid.
Azimah adalah Julia, Julia sama dengan Azimah. Azimah Hussein adalah nama
muslim Julia.
Tertegun
bukan kepayang saat petanyaan Gertrud di hamparkan pada Azimah. Menyatakan
bahwa ia hanyalah mualaf yang belum kaffah dan dia hanyalah mualaf
labil. Terkejut!. Bagaimana tidak? Seorang mualaf wanita yang ditinggal wafat
suami tercintanya. Memilih memeluk Islam dan berbeda haluan dengan ayahnya yang
merupakan pendeta utama di salah satu gereja ternama. Harus bertahan sendiri
dengan putrinya untuk tetap meneguhkan imannya ditengah keadaan sang bunda yang
terkena Alzhaimer. Penyakit saraf otak yang merenggut ingatan dan
keadaan emosi sang bunda. Membuat satu-satunya hal yang beliau ingat adalah
Azima dan Abe suaminyalah yang telah membuat sang ayah meninggal karna Julia
memutuskan untuk memeluk Islam.
Berusaha
sangat tegar menjalani kehidupannya sebagai seorang muslimah yang tak ingin
membuat ibunya kecewa di hari-hari senjanya. Azimah memutuskan untuk melepas
hijabnya. Tak kehabisan akal, Azimah tetaplah sorang muslimah sejati ditutuplah
rambut yang menjadi auratnya dengan wig sebagai pengganti hijabnya. Mengenankan
baju turtle neck hingga tepat menutup rapat dagunya. Masya Allah,
sungguh luar biasa perempuan ini.
Hanum
sudah jatuh tidur. Beringsut dengan lelahnya menyisakan sang belahan jwa,
Rangga yang memandangi wajah ayu belahan jiwanya itu. Bertemu dengan Phillip
Brown yang tentunya merupakan skenario yang telah dirancang sang Maha Hidup
hingga antah berantah dengan begitu logisnya bisa terhubung dengan lima orang
yang berbeda di CNN Heros. Lima tokoh tersebut adalah Nyonya Collins yang tak
lain adalah ibunda Azima, Azima alias Julia. Sarah putri sematawayang Azima,
Hanum sang reporter hebat dan Michael Jones pria yang merupakan suami dari Joanna
korban tragedi menegrikan di bulan September itu.
Titik
air mata sempurna sudah menggenag di ujung pelupuk matanya sebab pidato “jujur-jururan dan blak-blakan” yang
Phillip Brown tuturkan tentang kronologis kelamnya tragedi itu. Sempurna sudah
tangis haru pecah saat Phillip Brown menyerukan bahwa dia telah-mempunyai
keluarga baru setelah menyerahkan benda amanah Abe suami Azima, dan menyatakan
Lyla putri angkat. Sarah, Azima dan Nyonya Collins merekalah keluargaku yang
telah membukakanku pintu kebahagianaan, arti kekayaaan juga memberi.
“Ibrahim
mengajarinya sesuatu. Usaha dan berupaya sekuat raga dalam keadaan apapun. Hingga
Tuhan melihat kesungguhan itu dan mengulurkan tangan-Nya. Ibrahim mengajari
saya sesuatu yang bernama ikhlas. Ikhlas terhadap takdir yang telah digariskan
Tuhan setelah usaha maksimal. Harapan terbesar yang kandas, belum tentu
sungguh-sungguh kandas. Tuhan tidak akan mengandaskan impian hamba-Nya begitu
saja. Dia tak akan menaruh kita dalam kesulitan yang tak terperi tanpa menukarnya
dengan kemuliaan pada masa mendatang”. Itulah kata Phillip Brown pada
pidatonya.
Runtuhnya
menara kembar merupakan runtuhnya kemanusiaan. Tragedi yang menuntun begitu
bayak orang larut dengan ganasnya kesedihan tak terperi saat kehilangan orang
yang mereka cintai dan mereka sayangi.Peperangan, kekejian terhadap sesama
bukanlah sekedar hal yang mengundang simpati dan empati. Akan tetapi dimanapun
adanya dua perkara tersebut hanya akan menyisakan kepedihan. Pulanglah dengan
damai, sambut orang-orang yang berharga dalam hidupmu cintai mereka, hiduplah
dengan berdamai dan damai dalam jiwamu.
“Sekarang, pandanglah aku sekali lagi. Lihatlah aku
(bulan) dalam malammu. Sujudlah pada-Nya. Ketika taawakalmu mengalahkan segala
nafsu dan egomu, kau akan merasa Tuhan lebih dekat daripada sukmamu sendiri.
Pegang teguh menara kembarmu: Iman dan Amalan; maka setiap waktu aku sudi
“membelah” lagi sebagai keajaibanmu.
Demi
matahari dan cahaya siangnya.
Demi bulan apabila mengiringinya.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa menyucikan jiwa.
Pancarkan Islam. Tebarkan salam. Sinarkan kedamaian.
Semoga kedamaian, rahmat, dan berkah Allah meyertai kamu sekalian.”
Demi bulan apabila mengiringinya.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa menyucikan jiwa.
Pancarkan Islam. Tebarkan salam. Sinarkan kedamaian.
Semoga kedamaian, rahmat, dan berkah Allah meyertai kamu sekalian.”
Oleh : Pradicka
Zahra Pertiwi
0 Komentar