Putra Kiai
Muhammad Basyir Mahfudz ini pernah ketangkap Belanda. Ketika itu sebagai
pejuang, ia mendapat tugas dari Bapak Sarbini untuk mengadakan kontak dengan
kota. Beliaupun masuk pasar Beringharjo Yogyakarta. Begitu masuk, nampaknya
mata-mata Belanda sudah mencium adanya seorang pejuang masuk pasar. Mata-mata Belanda itu mengintai
Pak Azhar di pasar itu. Kemudian tak lama Pak Azhar digeledah dan ditangkap.
Melihat kejadian itu, orang-orang pasar sama bingung dan takut, lalu
bubar dan tidak jadi jual beli.
Peristiwa
masuk sel Belanda di Ngupasan selama 23 hari itu merupakan kenangan tersendiri
bagi putra Kauman yang pernah belajar di Universitas Bagdad Irak
itu.Keterlibatannya dalam perang sebenarnya suatu panggilan untuk melawan
penjajah Belanda saat itu. Memang para santri saat itu menghimpunkan diri pada
kesatuan lasykar Hizbullah dan Sabilillah dengan nama Angkatan Perang
Sabil/APS. Di bawah kesatuan inilah, Ahmad Azhar ikut bergerilya melawan Belanda di
wilayah Jawa Tengah maupun Yogyakarta.
Kondisi
politik yang tidak menentu itu mengharuskan para pemuda untuk cancut
taliwondo membela tanah air. Ekonomi
saat itu morat marit tidak karuan karena kekayaan negeri ini dikuras oleh Jepang. Jepang yang mengaku saudara tua itu
justru menyengsarakan bangsa kita, meskipun menjajah Indonesia dalam waktu
singkat yakni 3,5 tahun. Begitu nekatnya Jepang mengeruk dan mengangkut
kekayaan negeri ini karena Jepang terlibat perang dengan Sekutu. Jadi kekayaan
itu untuk membeayai perang tersebut.
Kondisi
politik dan ekonomi seperti itu, juga
memengaruhi proses pendidikan bangsa. Pendidikan yang kacau balau itu menimpa
setiap anak-anak Indonesia termasuk pada diri Ahmad Azhar. Dulunya beliau
pernah belajar di pondok pesantren Termas yang hanya berlangsung satu tahun.
Sehubungan situasi dan kondisi tidak memungkinkan untuk belajar dengan tenang,
maka para santri pulang ke kampung halaman masing-masing.
Sepulang
dari Termas, Ahmad Azhar masuk sekolah di Madrasah Al Falah yakni tempat
sekolahnya dulu. Saat itu beliau memang sudah dikenal sebagai anak yang kutu
buku. Setelah tamat dari madrasah ini, beliau meneruskan sekolah di Madrasah
Muballighin Muhammadiyah Yogyakarta yang ditempuhnya dalam jangka waktu 2
tahun. Setamat dari madrasah ini, beliau menerjunkan diri dalam gerakan membela negara melawan Belanda.
Di bawah kesatuan Angkatan Perang Sabil/APS, Ahmad Azhar ikut bergerilya di
berbagai front di Jawa Tengah maupun di dalam kota Yogyakarta.
Tahun
1946 – 1949 merupakan tahun-tahun paling sengit dalam pertempuran melawan
Belanda dan bangsa sendiri. Beliau menjadi komandan Kompi pada batalyon 33
Resimen IV Brigade X TNI. Di kala itu, beliau dan kawan-kawan sering terlibat
langsung kontak senjata dengan Belanda. Nah, di tengah-tengah berkecamuknya
melawan Belanda, ternyata orang-orang PKI menohok dari belakang dengan
mengadakan pemberontakan yang dikenal dengan Pemberontakan/Affair Madiun pada
tahun 1948. Affair ini banyak membawa korban pada umat Islam. Pemberontakan ini
dapat ditumpas oleh TNI dalam waktu yang singkat.
Seusai
itu, maka Ahmad Azhar kembali ke Yogya lagi untuk melanjutkan studi karena
kondisi telah memungkinkan untuk dilakukan proses belajar mengajar. Beliau melanjutkan
sekolah di Madrasah Menengah Tinggi/MMT Kauman Yogyakarta yang kebetulan
ayahnya juga menjadi pengasuh disana. Sayang hanya dua bulan
sekolah di sini. Maka Azharpun bergabung lagi dengan pasukan tempur yang pernah
diikutinya. Sebab saat itu Belanda menduduki kota Yogyakarta. Setelah Belanda
hengkang dari kota gudeg ini, beliaupun sekolah lagi ke MMT dan selesai pada
tahun 1952.
Setamat
dari sekolah ini, beliau melanjutkan ke Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri/PTAIN (sekarang menjadi Universitas Islam Negeri/UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta mengambil Jurusan Qadha. Pada waktu duduk di tingat doktoral (tahun
ke empat atau kelima), beliau mendapat tawaran beasiswa untuk belajar di
Universitas Bagdad Irak. Kesempatan emas ini tidak disia-siakan dan pada tahun
1956 beliau ke Bagdad memilih Jurusan Sastra Arab Fakultas Adab Universitas
Bagdad di Irak. Di sini beliau belajar hanya satu tahun. Kemudian beliau ke
Kairo Mesir untuk studi di Jurusan ‘Ulumul Islamiyah Fakultas Darul ‘Ulum
Universitas Kairo pada tahun 1958-1965. Dari sini beliau menyelesaikan studinya
dan berhasil menggondol gelar Master of Art/MA dari perguruan tinggi tersebut.
Seusai studi, beliau tidak segera pulang ke tanah air. Beliau masih ingin
menambah pengalaman dulu dan memperdalam pengetahuannya. Sebelum keinginan ini
tercapai, beliaupun dipanggil pulang oleh ayahnya. Sebab sang ayah memang sudah
sangat kangen dan sudah tua. Sebagai anak sholeh, maka Ahmad Azhar pun memenuhi panggilan orang
tuanya ini.
Sekembalinya
dari Kairo, Ahmad Azhar duduk dalam jajaran pimpinan pusat Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah. Kepakarannya dalam bidang fiqh memang diakui oleh banyak pihak.
Maka beliau diminta menduduki posisi penting sesuai bidangnya oleh Departemen
Agama, Departeman Kehakiman, dan Majelis Ulama Indonesia. Bahkan di dunia
internasional, beliau duduk sebagai anggota tetap pada al Majma’ al Fiqh al
Islam/Akademi Fiqh Islam yakni sebuah lembaga pendidikan di bawah Organisasi
Konferensi Islam Sedunia/OKI. Disamping itu, Pak Ahmad Azhar juga sibuk sebagai
dosen di beberapa perguruan tinggi terkenal seperti IAIN (sekarang UIN) Sunan
Kalijaga, UGM, UII, UMS, maupun UMM. Itupun masih sempat menulis buku-bulu
sekitar 40 judul lebih dan ratusan makalah yang disampaikan dalam berbagai
pertemuan ilmiah di dalam maupun luar negeri.
Kiyai
yang intelektual dan santun ini dalam memangku jabatan sebagai Ketua Umum PP
Muhammadiyah tidak sampai pada akhir masa jabatannya. Pak Ahmad Azhar dipanggil
pulang ke Rahmatullah dalam usia 66 tahun. Beliau wafat tanggal 28 Juni 1994 di
RSUP Dr. Sardjito setelah beberapa hari dirawat di PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Kemudian jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum Karangkajen Yogyakarta diantar
oleh ribuan umat. .
Lasa Hs.
0 Komentar