Firman Allah SWT yang artinya:”Dan janganlah kamu sekalian memalingkan
wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi ii
dengan keangkuhan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai
(Q.S. Lukman: 18 – 19).
Rendah hati (tawadhu’) merupakan sikap yang tidak
menonjolkan kelebihan diri. Sikap bersahaja ini justru akan menambah karismatik
seseorang, respek, dan hormat pada orang lan. Mereka yang low profil ini biasanya tidak suka ribut-ribut. Mereka yang suka
ribut-ribut itu kadang kena stress.
Mereka yang memiliki
sikap tawadhu’ ini biasanya lebih mendahulukan kewajiban dari pada hak. Bagi
mereka, hak itu akan datang sendirinya apabila benar-benar melaksanakan
kewajiban dengan baik dan ikhlas. Tentunya sikap ini berbeda dengan orang yang
selalu mengedepankan hak. Mereka menuntut haknya lebih dulu dan kewajibannya kadang
tak jelas. Bahkan hak orang lain diserobotnya. Itupun kadang tidak merasa dosa.
Sikap rendah hati dan
bersahaja telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Dalam
suatu hadist dikatakan bahwa sahabat Anas berkata “Pernah ada seorang budak
sahaya kota Madinah yang menggandeng tangan Rasululah SAW berjalan kesana
kemari” (H.R. Imam Bukhari). Ketawadhu’an ini juga ditunjukkan oleh
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (cucu
‘Umar bin Khattab r.a.) . Dalam kitab Minhajul
Muslim (2014) dikisahkan bahwa pada suatu malam sedang menulis, lalu
kedatangan tamu. Sedangkan lampu ruang tamu hampir padam (karena menggunakan
minyak). Melihat keadaan seperti ini, maka tamu itu matur kepada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz “Saya akan memperbaiki lampu ini”. Lalu Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pun
mencegahnya seraya berkata “Bukan termasuk orang yang mulia apabila
memperlakukan tamu sebagai pembantu”. Mendengar perkataan ini, lalu tamu itu
menimpali dengan berkata :”Kalau begitu saya akan membangunkan pembantu saja”.
Sejenak kemudian Khalifah itu bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil botol
berisi minyak untuk mengisi lampu itu dengan minyak. Menyaksikan kejadian ini,
tamu itu lalu berkata “Mengapa Amirul Mukminin mengisi minyak pada lampu itu
sendiri ?. Kemudian Khalifah yang adil, sederhana, dan bijaksana itu menjawab
:”Saya pergi sebagai Umar dan datang sebagai Umar, tidak kurang apapun dari
saya. Sebab sebaik-baik manusia di sisi Allah adalah mereka yang bertawadhu’.
Dalam hal tawadhu’ ini
patut kita renungkan nasehat ulama satu kepada yang lain. Pada suatu saat Abu
Salamah berkata kepada Abu Sa’id al Khudri “Bagaimana penilaian anda tentang
cara berpakaian, minum, berkendaraan, dan makan orang-orang sekarang?. Beliau
berkata “Hai saudaraku, makanlah karena Allah, minumlah karena Allah dan
berpakaianlah krena Allah. Sebab segala sesuatu yang disitu ada kesombongan,
kebanggaan, dan pamer atau biar menjadi orang terkenal, maka sesungguhnya hal
itu merupakan kemaksiatan dan pemborosan.
Laksanakan dan lakukan tugas-tugas rumah tanggamu seperti Rasulullah SAW
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga. Beliau memberi makan, minum, dan
menambatkan unta,menyapu rumah. memerah susu kambing, memperbaiki sandal beliau
sendiri, bahkan menambal baju. Beliau juga tidak sungkan-sungkan menjabat
tangan orang-orang fakir miskin sebagai rayat kecil. Beliau selalu mengucapkan
salam dan menyapa lebih dulu pada setiap orang yang dijumpainya, baik orang
kaya, orang miskin, anak-anak maupun orang dewasa.
Dari beberapa sumber
dapat dikemukakakn tentang ciri-ciri orang yang tawadhu’ adalah:
1.
Tidak selalau menonjolkan diri
Dalam pergaulan sehari-hari,orang tawadu’
biasanya tidak mudah sakit hati bila tidak disapa dan tidak dendam bila dicela.
Andaikan orang in kaya, maka tidak menampakkan apalagi memamerkan kekayaannya.
Mereka berpenampilan apa adanya seperti orang-orang biasa.
2.
Menghormati tamu
Meskipun orang ini memiliki kedudukan penting,
dia selalu menghormati tamu. Tamu baginya adalah rizki (dalam arti luas).
Setiap tamu yang datang, disambutya dengan segera (gupuh), disapa (tambuh)
dengan sopan, lalu disajikan (suguh) minum/makanan. Apabila tamu itu pulang, lalu
diantarnya sampai pintu.
3.
Makan, minum, berkendara, berpakaian tidak berlebihan
Dalam hal makan minum, orang tawadhu’ tidak
berlebihan, baik dalam jenis makanan, tempat, maupun cara menikmatinya. Mereka
berkeyakinan bahwa perut adalah sumber segala penyakit (jasmaniah &
rohaniah)
4.
Bergaul dan duduk-duduk bersama-sama orang kecil, fakir miskin,
penyandang catat dll.
Orang-orang yang tawadhu’ dalam pergaulan tidak
membedakan orang berpangkat dan orang-orang miskin. Mereka tidak membuat jarak
dalam pergaulan.Mereka tidak angkuh dengan orang kecil, dan tidak merasa bangga
bila ketemu dengan orang-orang terkenal
5.
Memenuhi undangan orang lain meskipun yang mengundang itu orang-orang
kelas bawah.
Orang yang diundang adalah orang yang dipilh
dan sekaligus dihormti. Sebab tidak semua orang dipilih untuk hadir dalam
pertemuan. Kehadiran mereka merupakan kehormatan diri dan kehormatan bagi yang
mengundang. Apabila tidak bisa menghadiri undangan, sebaiknya memberitahu atau
minta ijin.
Sikap tawadhu’ akan menumbuhkan kenyamanan
dalam pergaulan dan kesejukan pula pada orang lain. Orang lain akan
menghormatiya bahkan bisa meningkatkan kharismatik seseorang di mata
masyarakat.
Lasa Hs.
Perpustakaan UMY
0 Komentar