Secara etimologis, istiqamah berasal dari kata
istiqama-yastaqimu, yang berarti tegak lurus. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu
konsekuen. Dalam terminologi Akhlaq, istiqamah adalah sikap teguh
dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam
tantangan dan godaan. Seorang yang istiqamah adalah laksana batu karang
ditengah-tengah lautan yang tidak bergeser sedikitpun walaupun dipikul oleh
gelombang yang bergulung-gulung.
Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Qur’an
dan Sunnah. Allah berfirman:
“Katakanlah:
“Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju
kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi
orang-orang yang bersekutukan-Nya.” (QS. Fushshilat 41:6)
“ Katakanlah: Saya
beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah!” (HR. Muslim)
Iman yang sempurna adalah iman yang mencakup 3 dimensi:
hati, lisan, dan amal perbuatan. Seorang yang beriman haruslah istiqamah dalam
tiga dimensi tersebut. Dia akan selalu menjaga kesucian hatinya, kebenaran perkataannya
dan kesesuaian perbuatannya dengan ajaran Islam. Ibarat orang yang berjalan,
seorang yang istiqamah akan selalu mengikuti jalan yang lurus, jalan yang
paling cepat mengantarkannya ketujuan.
Setiap orang yang mengaku beriman pasti akan menghadapi
ujian, didalam Al-Qur’an Allah berfirman:
“Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang
mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut 29:4)
Ujian keimanan itu
tidak selamanya dalam bentuk yang tidak menyenangkan, tapi juga dalam bentuk
yang menyenangkan. Keberhasilan bisnis juga ujian seperti kebangkrutannya.
Pujian juga ujian seperti celaan. Seorang mukmin yang istiqamah tentu akan
tetap teguh dengan keimanannya menghadapi dua macam ujian tersebut. Dia tidak
mundur oleh ancaman, siksaan dan segala macam hambatan lainnya. Tidak terbujuk
oleh harta, pangkat, kemegahan, pujian dan segala macam kesenangan semu
lainnya. Itulah yang dipesan oleh Rasulullah saw. Beriman dan beristiqamah.
Rasulullah saw adalah contoh teladan utama dalam istiqamah.
Baik dengan siksaan, ancaman dan celaan, maupun dengan bujukan, beliau tidak
bergeser sedikitpun dari jalan Allah. Ingatlah betapa tegasnya jawaban Nabi
terhadap bujukan pemuka Quraisy: “Paman demi Allah, kalaupun mereka meletakkan
matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya
aku meninggalkan tugas dakwah ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan. Biar
nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu di tanganku, atau aku binasa
karenanya”.
Keteguhan hati itu pulalah yang diperlihatkan oleh Bilal
ibn Rabbah tatkala disiksa oleh majikannya. Tidak sedikitpun imannya
goyah:”Ahad, ahad”, bisiknya dengan penuh keyakinan. Yasser dan Sumayyah,
sepasang suami istri syuhada’ awal islam rela mengorbankan nyawanya demi
mempertahankan keimanannya.
Beberapa buah yang dapat dipetik oleh orang yang
beristiqamah, baik didunia maupun diakhirat. Seperti firman Allah :
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka
istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Jangan kamu
merasa takut dan janganlah kamu mearasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
memperoleh sorga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah
Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan didunia dan diakhirat; didalamnya kamu
memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh pula didalamnya apa yang kamu
minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. Fushshilat 41: 30-32)
Dalam empat ayat di atas dijelaskan bahwa orang yang
istiqamah dijauhkan oleh Allah dari rasa takut dan sedih yang negatif. Dia
tidak takut menghadapi masa depan dan tidak sedih dengan apa yang telah terjadi
pada masa lalu. Dia dapat menguasai rasa sedih karena musibah yang menimpanya
sehingga tidak hanyut dibawa arus kesedihan. Dan tidak pula dia gentar dan
was-was menghadapi kehidupan masa yang akan datang sekalipun dia pernah
mengalami kegagalan pada masa yang lalu.
Orang yang beristiqamah akan mendapatkan kesuksesanya
dalam kehidupannya di dunia, karena dia dilindungi oleh Allah SWT. Begitu juga
di akhirat dia akan berbahagia menikmati karunia Allah didalam sorga.
Dalam empat ayat diatas dijelaskan bahwa orang yang
istiqamah dijauhkan oleh Allah dari rasa takut dan sedih. Tentu rasa takut dan sedih ayat diatas dalah
rasa takut dan sedih yang tidak pada tempatnya, atau takut dan sedih yng
negatif. Miasalnya takut menyampaikan kebenaran, takut menghadapi masa depan,
takut mengalami kegagalan. Ketakutan seperti itu akan menghambat kemajuan dan
bahkan menyebabkan kemunduran. Seorang tidak akan berbuat apa-apa apabila
dipenuhi rasa takut.
Demikianlah juga rasa sedih. Yang dimaksud di sini
bukanlah rasa sedih yang manusiawi, misalnya rasa sedih tatkalaorang tua, anak
atau oranr-orang yang dikasihi meninggal dunia. Atau tatkala mengalami
kegagalan dalam usaha. Tetapi rasa sedih yang mesti dihindari adalah rasa sedih
yang berlarut-larut yang menyebabkan rasa kehilangan semangat dan selalu
diliputi penyesalan. Setiap orang yang mengalami musibah atau kegagalan tentu
akan sedih. Tapi ada yang dapat segera menguasai kesedihannya dan ada yang
kemudian larut dengan kesedihan ini. Ibarat orang hanyut, yang pertama segera
berenang ke pinggir untuk mencari pegangan, sedang yang kedua hanyut dibawa
arus. Orang yang istiqamah tidak akan hanyut dengan kesedihan.
Dalam ayat di atas juga dijanjikan oleh Allah SWT
perlindungan-Nya bagi orang-orang yang beristiqamah. Lindungan Allah itu
berarti jaminan untuk medapatkan kesuksesan dalam hidup dan perjuangan di
dunia. Sahabat-sahabat yang berjuang dalam Perang Badar, sekalipu jumlahnya
hanya kurang dari sepertiga musuh, tapi mereka tidak gentar dan tidak mundur.
Mereka maju terus ke medan perang dengan gagah berani sehingga akhirnya Allah
memberi kemenangan(Baca QS. Al-Anfal 8: 45) . Dan di akhirat nanti Allah SWT juga
berjani akan melindungi orang-orang yang beristiqamah, dan itu berarti mereka
akan dibalasi dengan sorga tempat segala kenikmatan dan kebahagiaan.
Demikianlah, sikap istiqamah memang sangat diperlukan
dalam kehidupan ini. Karena tanpa sikap seperti itu seseorang akan cepat lupa
diri, dan mudah terombang ambing oleh berbagai macam arus. Orang yang tidak
beristiqamah ibarat baling-baling diatas bukit yang berputar menuruni arah
angin yang berhembus.
Penulis : Saifudin Z.
, Sumber : Kuliah Akhlaq (Prof. Dr. Yunahar
Ilyas, Lc., MA.)
0 Komentar